gudangsurga

The greatest WordPress.com site in all the land!

FAKTOR RESIKO PERSALINAN PREMATUR

pada Juni 8, 2012
  1. Faktor Risiko persalinan prematur

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari faktor risiko persalinan prematur, namun faktor risiko tersebut tidak selalu menyebabkan persalinan prematur. Beberapa penelitian di luar negeri memberikan gambaran tentang banyaknya faktor risiko yang dapat mencetuskan persalinan prematur.

Beberapa faktor risiko dapat diketahui sebelum kehamilan. Goffinet (2005) menyebut faktor risiko tersebut sebagai prediktor primer yang meliputi faktor risiko klasik untuk persalinan prematur, misalnya karakteristik awal ibu, riwayat obstetri, penyakit kronis pada ibu, gaya hidup atau kondisi sosial ekonomi. Prediktor primer digunakan untuk memperkirakan risiko dasar pada persalinan prematur sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi untuk mencegah persalinan prematur.

Faktor risiko lain ada yang mungkin dapat diketahui hanya setelah terjadinya kehamilan. Menurut Leitich (2005), faktor risiko tersebut digolongkan menjadi prediktor sekunder yaitu dapat termasuk pada tanda, gejala dan penemuan saat kehamilan yang diketahui dapat meningkatkan persalinan prematur. Dalam 2 dekade terakhir ini, penentuan fetal fibronectin (FFN) dari sekret pada serviks dan vagina serta USG transvaginal untuk menentukan pemendekan serviks merupakan prediktor sekunder yang utama.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan prematur antara lain (Agudelo, 2006; Esplin, 2005; Goffinet, 2005; Krisnadi, 2009; Leitich, 2005; Manuaba, 2001; Simhan, 2005; Steer, 2005):

 

1)   Faktor kehamilan

a)      PPROM-Ketuban pecah dini

Pecahnya kulit ketuban secara spontan sebelum kehamilan cukup bulan banyak dihubungkan dengan amnionitis yang menyebabkan terjadinya lokus minoris pada kulit ketuban. Amnionitis ini diduga sebagai dampak asenderen infeksi saluran kemih.

Risiko persalinan prematur pada ibu dengan riwayat KPD saat kehamilan <37 minggu (PPROM, preterrn premature rupture of membrane) adalah 34-44%, sedangkan risiko untuk mengalami PPROM kembali sekitar 16-32%.

b)      Perdarahan antepartum

c)      Kehamilan ganda dan hidramnion

Distensi uterus berlebihan sering menyebabkan persalinan prematur. Usia kehamilan makin pendek pada kehamilan ganda, 25% bayi kembar 2, 50% bayi triplet dan 75% bayi kuadriplet lahir 4 minggu sebelum kehamilan cukup bulan.

Rata-rata kehamilan kembar dua hanya mencapai usia kehamilan 35 minggu, sekitar 60% mengalami persalinan prematur pada usia kehamilan 32 minggu sampai <37 minggu dan 12% terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 32 minggu. Pada kehamilan triplet (kembar 3) rata-rata kehamilan hanya akan mencapai usia 32,2 minggu, quadriplet (kembar 4) hanya mencapai 29,9 minggu dan quintuplet (kembar 5) 100% akan lahir prematur dalam usia kehamilan <29 minggu apabila tidak dilakukan intervensi yang baik.

d)      Kelainan uterus

Uterus yang tidak normal menganggu resiko terjadinya abortus spontan dan persalinan prematur. Pada serviks inkompeten dimana serviks tidak dapat menahan kehamilan terjadi dilatasi serviks mengakibatkan kulit ketuban menonjol keluar pada trimester 2 dan awal trimester 3 dan kemudian pecah yang biasanya diikuti oleh persalinan. Terdapat penelitian menyatakan bahwa risiko terjadinya persalinan prematur akan makin meningkat bila serviks < 30 mm. Hal ini dikaitkan dengan makin mudahnya terjadi infeksi amnion bila serviks makin pendek.

e)      Pre-eklampsia-eklampsia

f)        Serviks inkompeten dan kelainan anatomis uterus

Inkompetensi serviks didiagnosis secara klinis bila terdapat pembukaan serviks pada saat kehamilan (belum ada kontraksi rahim). Beberapa peneliti memasukkan faktor risiko ini ke dalam kelainan rahim. Angka kejadian pasti sulit untuk diketahui, dan keadaan ini sangat mungkin menjadi persalinan prematur apabila dipicu oleh perambatan infeksi asendens yang menyebabkan pecahnya ketuban atau mengeluarkan prostaglandin dan menyebabkan kontraksi rahim. Persalinan prematur dapat juga berlangsung karena fetus dengan cairan ketubannya terlalu berat untuk disangga oleh rahim dengan serviks inkompeten; ketuban dapat segera pecah atau didahului oleh kontraksi rahim.

Pada beberapa kasus, inkompetensi serviks terjadi akibat tindakan operatif pada serviks, misalnya pernah melakukan aborsi, dilatasi serviks yang menimbulkan robekan, atau ada kelainan kongental pada serviks. Dalam kehamilan, inkompetensi serviks dapat didiagnosis dengan pemeriksaan sonografi.

Tumor jinak rahim (mioma) terutama mioma submukosa atau mioma subplasenta, kelainan uterus yang inkompeten merupakan risiko untuk terjadinya persalinan prematur. Kejadian persalinan  prematur dapat meningkat antara 7-29 kali pada ibu yang mempunyai kelainan kongenital saluran Muller.

g)      Idiopatik dengan meningkatnya reseptor oksitosin dan inositol trifosfatase (IP3)

h)      Gangguan keseimbangan hormon estrogen/progesteron

Estriol pertama kali dapat dideteksi di dalam darah ibu pada usia kehamilan sembilan minggu dan konsentrasinya meningkat dalam plasenta selama kehamilan. Tiga sampai lima minggu sebelum persalinan terjadi peningkatan tiba-tiba kadar estriol dalam darah. Estriol terikat pada reseptor estrogen miometrium, menimbulkan respons uterotropik yang bila terus terjadi akan menstimulir produksi prostaglandin yang berasal dari sel endometrium.

Kadar estriol dalam air liur (saliva) menunjukkan konsentrasi estriol bebas dalam plasma. Pemeriksaan estriol saliva lebih mudah dari memeriksa estriol plasma, tidakj invasif dan lebih stabil saat pengiriman sampel. Pada penelitian McGregor, yang melibatkan 956 ibu hamil tunggal, diperiksa estriol saliva setiap minggu. Ternyata peningkatan estriol berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya persalinan prematur.

Antagonis progesteron, secara umum dapat diibaratkan mempunyai efek estrogen, dan kadarnya meningkat seiring meningkatnya usia kehamilan. selanjutnya, progesteron menghambat produksi IL-8 oleh koriodesidua dan sel desidua. Progesteron selanjutnya dapat berperan sinergis dengan estrogen dan memicu pengeluaran oksitosin serta pembentukan reseptor prostaglandin PG oleh miometrium. Kedua hormon ini mempunyai peranan penting dalam inisiasi persalinan sehingga dipakai sebagai prediktor persalinan prematur.


Tinggalkan komentar